Ledakan digital sedikit demi sedikit mengubah perilaku. Terlebih ketika berbagai aplikasi sosial media merambah hampir ke seluruh rumah. Setiap hari pertumbuhan pengguna internet terus melejit tanpa henti.
Namun dibalik segala kemudahan itu, ada satu efek negatif yaitu meningkatnya tingkat narsisme. Upload foto, selfie, dan kehidupan pribadi kini sengaja diakses ke publik. Data dari berbagai riset menunjukan bahwa terdapat hubungan kuat antara selfie (bagian dari narsisme) dengan masalah kepercayaan diri.
Dr. David Veale, psikiater Amerika, menemukan adanya rasa tidak puas para remaja dengan paras wajahnya. Hal ini kemudian berakibat munculnya berbagai penyakit psikologis lainnya. Bahkan ada kasus-kasus hingga remaja melakukan bunuh diri seperti yang terjadi pada seorang model bernama Danny Bowman.
Trend selfie dari smartphone berimpak buruk terhadap kesehatan mental yang berkaitan dengan obsesi penampilan. Di beberapa negara, trend selfie ini meningkatkan jumlah penderita Body Dysmocphic Disorder.
Kurangi Selfie Tingkatkan Percaya Diri
Para remaja yang kecanduan selfie harus menghadapi masalah-masalah psikologi. Sebaliknya mereka yang mampu mengurangi kecanduan ini, sedikit demi sedikit akan lebih percaya diri.
Mekanismenya adalah sebagai berikut. Ketika seseorang terobsesi dengan selfie, mereka memiliki ketergantungan secara emosional kepada orang lain.
Mereka mendapatkan rasa senang ketika orang lain berkomentar atau memberikan "like" atau "plus". Rasa senang yang didapatkan dari cara ini menyiratkan bahwa mereka membutuhkan orang lain (secara emosional) untuk berbahagia.
Secara filosofis dapat dikatakan mereka memberikan pundi-pundi kesenangan itu di pundak orang lain. Mereka tidak memiliki cara untuk berbahagia tanpa orang lain. Ini akar dari berbagai masalah itu.
Kurangnya Kehangatan dalam Keluarga
Penelitian lain menunjukan remaja yang banyak melakukan selfie kurang dekat dengan keluarganya. Sedangkan mereka yang merasakan kehangatan keluarga relatif lebih sedikit melakukan selfie.
Hal ini sekali lagi menunjukan adanya keterkaitan antara selfie dengan kebahagiaan. Orang-orang yang cukup bahagia biasanya tidak perlu "memamerkan" sesuatu kepada orang lain.
Mereka tidak memerlukan sanjungan, pujian, ataupun perhatian dari orang lain. Sebaliknya mereka mampu memberikan perhatian bahkan kebahagiaan kepada orang lain.
Hubungan Pertemanan Yang Renggang
Penelitian dari Birmingham Business School dan beberapa penelitian di Inggris lainnya menunjukan orang-orang yang sering mengambil selfie lalu meng-uploadnya ke facebook dan sosial media lainnya, memiliki hubungan pertemanan yang renggang.
Hubungan mereka tidak cukup erat baik dengan teman, keluarga, maupun teman-teman kerja. Demikian dikatakan Dr. David Houghton sebagaimana dilansir socialtimes.com.
Oleh karena itu, sebaiknya Anda berpikir ulang sebelum mengambil foto selfie.