Hidup Bahagia Dengan Qonaah

Ya, hidup bahagia menjadi keinginan setiap orang. Di kota, desa, pedalaman, hingga pelosok kampung yang tak dikenal hampir semuanya mencari kebahagiaan. Tidak terkecuali dengan diri saya. 

Ketika masih kecil saya berpikir betapa enaknya menjadi orang dewasa; bebas melakukan apapun sesuai keinginannya tanpa harus perlu mendapatkan persetujuan dari orang tua. Masa dewasa tentunya merupakan masa dimana saya bisa mendapatkan hidup yang bahagia. 

Cara berpikir seperti di atas rupanya tidak hanya dialami ketika masih kecil. Bahkan hingga dewasa, masih sering dihinggapi pikiran semacam itu. Misalnya saya berpikir, "Betapa senangnya seandainya..."

Hidup Bahagia Dengan Qonaah

Konsep qonaah menghasilkan jiwa yang dipenuhi dengan kebahagiaan.
Rupanya hidup bahagia tidak mungkin tercapai apabila kita selalu memberi syarat terlalu banyak. Contohnya saja (syarat) harus memiliki ini itu. Begitu seterusnya hingga kapanpun selalu saja ada syarat-syarat baru sehingga kita melupakan bagaimana cara menikmati hidup yang bahagia. 

Meskipun pada awalnya terasa sangat sulit, akhirnya jiwa ini harus mengakui bahwa qonaah merupakan cara tercepat untuk berbahagia. Qonaah diartikan merasa cukup dengan apa yang ada di tangan kita. 

Merasakan bahwa kita dicurahi berbagai nikmat oleh Sang Pencipta membuat jiwa merasa nyaman. Perasaan itu tentu saja timbul karena kita merasakan kasih sayang dari-Nya. Jiwa siapapun pasti merasakan kenyamanan ketika ada yang menyayanginya. 

Selanjutnya, dengan qonaah kita merasa memiliki berbagai macam hal. Hal ini membuat jiwa merasakan kekayaan. Impaknya jiwa dipenuhi oleh ketentraman. Berbagai perasaan negatif seperti kecemasan, khawatir, ataupun was-was dengan sendirinya lenyap. 

Hidup Bahagia Karena Tidak Mengejar Kebahagiaan

Salah satu rahasia hidup bahagia yang saya rasakan adalah mengubah mindset berpikir: jangan mencari kebahagiaan. Kebahagiaan bukanlah tujuan hidup. Kebahagiaan hanyalah sebuah tanda. 

Apabila kita berbuat baik, dengan sendirinya merasakan air kebahagiaan mengaliri seluruh persada jiwa. Ketika kita menolong orang lain yang membutuhkan pertolongan, kebahagiaan dengan sendirinya memenuhi hati. Padahal kita tidak melakukan apapun untuk merasa bahagia. 

Begitu pula ketika kita menyesuaikan perilaku dengan suara nurani, pasti kebahagiaan itu mengisi relung-relung hati dengan kebahagiaan. 

Tidak perlu melakukan visualisasi ataupun self-talk "Saya bahagia...". Melakukan hal-hal yang benar sudah pasti membuat hati kita bahagia. Inti dari semua itu menjelaskan bahwasannya kebahagiaan itu bukalah tujuan. Namun sekedar tanda apakah kita berbuat baik ataukah tidak. 

Meskipun kita bersenang-senang, namun bila tidak sesuai dengan kebenaran maka kesenangan yang didapatkan bersifat semu. Tidak akan mengisi hati dengan ketentraman. 

Maka ketika tidak merasakan kebahagiaan dalam hidup, itu merupakan tanda bahwa ada sesuatu yang salah dengan diri kita. Tuhan tidak mungkin mencabut kebahagiaan dari jiwa orang-orang yang baik. 

Oleh karena itu, kita sebenarnya tidak perlu mengejar kebahagiaan. Justru dengan menjadikan kebahagiaan sebagai tujuan, kita mengurangi rasa bahagia. Mengapa demikian? Karena hal tersebut sama saja dengan memperbudak diri kita. Kita diperbudak oleh kebahagiaan. 

Tidak ada satupun jiwa yang bahagia apabila diperbudak. Maka kita tidak perlu memperbudak diri di hadapan kebahagiaan. Biarlah kebahagiaan yang menjadi pelayan diri kita dalam kehidupan ini.