Di bawah ini merupakan pandangan pribadi mengenai apa itu cinta. Mungkin sedikit agak filosofis. Beberapa pandangan tersebut sudah dibuktikan dalam kehidupan saya dan sebagian belum. Semuanya merupakan filosofi pemikiran yang membentuk siapa diri saya saat ini.
Filosofi merupakan kerangka kecil yang membentuk bangunan kepribadian kita secara keseluruhan. Cara berpikir, cara memandang suatu hal, bahkan tindakan yang kita ambil merupakan cermin dari filosofi dalam diri kita.
Oleh karena itu, bagi saya sangat penting memperhatikan bangunan kecil bernama filosofi tersebut. Karena hal "kecil" dapat mengarahkan diri kita menuju taman-taman kebahagiaan atau justru sebaliknya menjerumuskan ke lembah penderitaan.
Jatuh Cinta atau Mencintai?
Alih-alih memberi definisi tentang apa itu cinta, saya lebih tertarik membahas mengenai jatuh cinta dan mencintai. Dua kata tersebut sangat berbeda. Akan tetapi seringkali saya mendapati orang-orang menyamaratakan antara jatuh cinta dan mencintai.
Tidak sedikit yang merasa bahwa dirinya mencintai padahal baru sebatas jatuh cinta. Mencintai bersifat aktif sedangkan jatuh cinta bersifat pasif.
Berikut kata-kata yang menerangkan tentang jatuh cinta dan mencintai. Dalam uraian kata yang sedikit puitis. Silakan Anda simpulkan sendiri apa perbedaannya.
Jatuh cinta adalah ketika pandangan mataku melekat karena tertawan ketampananmu. Hatiku terusik karena bayanganmu yang selalu menemaniku. Dan senyuman indahmu yang mampu menggetarkan aliran darahku.
Jatuh cinta adalah ketika aku tidak menyadari dimana diriku berada kala menatap dirimu. Kala kulemparkan pandangan padamu, aku hanya melihat bahwa engkau adalah susunan terindah, laksana gemarai gerimis tiada henti menitikan kesejukan.
Menatapmu membuat kata-kataku disepuh kepuitisan. Kata-kata itu laksana mutiara mungil, indah, dan berderet rapi dalam bentuk puisi terindah yang dapat kucipta. Sebutir cinta yang menjatuhi lantai hatiku. Lalu ia dengan sengaja menambatkan kerinduan di dalam dada.
Ah, betapa mungilnya sebutir cintaku padamu. Serat-seratnya tercipta dari keindahan, bentuknya tercetak dari rangkaian ketakjuban, dan warna berkilau bagai untaian cahaya gemintang.
Ada rasa bahwa aku begitu nyaman berada di sampingmu; teduh berada di sisimu; dan bahagia mendengarkan celotehmu. Laksana seorang putri yang hatinya damai karena tahu ada seorang pangeran yang melindunginya.
Aku tak pernah tahu apa itu cinta. Yang kutahu aku terpesona oleh kebaikanmu, tertawan oleh indahnya pribadimu, dan tertambat sorot teduhmu itu...
Bagiku engkau adalah telaga tempat istirah. Tasik yang tenang, dimana semilir angin membawakan keharuman cinta. Telaga damai dimana aku duduk sambil merebahkan jiwa ragaku. Lalu kau petiki setiap keresahan dariku; tak kau izinkan sebutir debu kerisauan melekat di wajahku. Karena hanya kedamaian yang ingin kau lihat dari wajahku.
Dari rangkaian kata di atas, sekali lagi ingin saya sampaikan bahwa jatuh cinta bersifat pasif. Maka arti dari mencintai merupakan kebalikan dari jatuh cinta. Mencintai merupakan usaha dan kerja aktif. Mencintai adalah kemampuan mengisi hati seseorang dengan kebahagiaan. Mencintai juga adalah kesediaan menerima apa adanya. Rangkaian kata berikut menggambarkan filosofi dari kata mencintai.
Aku mencintaimu, kekasihku. Maka akan kuberi hatimu kebahagiaan. Kan kuisi jiwamu dengan ketentraman. Kuberikan kebajikan untukmu sebisaku. Kuhadiahkan kebaikan sedapat-dapatnya.
Akulah telinga yang mendengarkan keluh kesahmu, bibir yang memuji kehebatanmu, seseorang yang paling memahami dan menghargai setiap kerja kerasmu, dan orang pertama yang memberikan senyum terindah ketika pagi mulai pecah.
Mencintai adalah berbahagia ketika melakukan pengorbanan; memberi tanpa harus mengharapkan imbalan. Mencintaimu adalah mengajarimu menjadi pribadi yang lebih indah; menghiasi tutur katamu dengan kelembutan; mendidik jiwamu dengan kejujuran; mengarahkanmu menjadi seseorang penuh pengertian... tanpa engkau menyadarinya...
Mencintaimu adalah bekerja keras agar engkau memiliki hati yang penyayang; jiwa yang tabah; pribadi yang gagah; tekad membaja; sifat dermawan; dan petarung yang tak pernah selesai berjuang membahagiakan sesama.
Dan ketika semua kerja keras itu telah membentukmu menjadi seorang yang lebih baik, akan kusentuh hatiku dan kubiarkan setiap kata-kata memasukinya...lalu ketika kata-kata itu telah murni ...akan kupuji melalui bibirku... "Aku adalah wanita bahagia karena memiliki seorang kekasih baik hati sepertimu..."
Begitulah. Selalu kucoba sempurnakan dirimu agar aku selalu tertawan keindahan akhlakmu; agar aku jatuh cintamu padamu hari ini esok dan seterusnya. Agar aku jatuh cintamu padamu berulang-ulang di sepanjang waktu.Maka bila seseorang bertanya tentang apa itu cinta, itulah konsep cinta yang saya pegang hingga saat ini. Konsep mencintai lebih penting daripada jatuh itu sendiri.
Mencintai Barulah Jatuh Cinta
Bagi saya belajar mencintai lebih diutamakan daripada sekedar jatuh cinta. Alasan pertama karena dengan mencintai kita belajar memiliki daya kendali. Kita belajar mengendalikan sesuatu yang sangat halus, yaitu perasaan kita sendiri.
Dahulu saya seringkali berbuat sesuatu dikarenakan dorongan perasaan. Karena cinta, karena kesukaan, karena tidak suka, dan sebagainya. Pada mulanya saya tidak merasakan ada yang salah dengan hal tersebut.
Akan tetapi ketika memahami bahwa ketika kita dapat mengendalikan perasaan kita, maka kita menjadi pribadi pengendali. Kita yang menjadi raja. Kita yang mengatur perasaan itu sendiri, bukan sebaliknya.
Dengan sendirinya jiwa memang secara kodratnya lebih suka dengan kebebasan. Tidak suka dengan rasa terbelenggu. Manakala seseorang dapat mengatur perasaannya sendiri, jiwanya lebih bebas. Tidak terbelenggu oleh perasaan-perasaannya sendiri.
Tidak semua orang memiliki kemampuan mencintai. Mereka belum mencapai taraf bagaimana memberikan kebahagiaan. Baru sebatas menjadikan orang yang dia "cintai" sebagai sumber kebahagiaan.
Itulah yang saya katakan sebagai "mencintai" dirinya sendiri. Ia bahagia dan senang karena dapat memiliki "sumber" kebahagiaan itu sendiri. Bukan bahagia karena dapat membahagiakan orang lain.
Oleh karena itu, seandainya sumber kebahagiaan itu hilang (misalnya dianggap sudah tidak memberi perhatian atau cinta seperti di awal pertemuan) maka mulai ada tuntutan. Ia menuntut agar pasangannya begini dan begitu. Jika hal itu sudah terjadi level cintapun semakin menurun. Dan akhirnya bisa menghilang.
Berbeda dengan orang yang memiliki kemampuan. Karena filosofi cintanya untuk memberikan kebahagiaan, maka manakala melihat kekurangan pada pasangannya, ia menuntun bukan menuntut.
Jika ia mengharapkan pasangannya menjadi seorang yang perhatian, ia berusaha dengan penuh cinta agar pasangannya menjadi orang yang perhatian. Jika ia menginginkan pasangannya seorang penyabar, maka dialah orang yang membentuk pasangannya menjadi penyabar. Itulah arti dari memberi.