Puisi Kerja Keras Menggugah Jiwa

Siapakah Lelaki Itu?


Dengar. Dengarlah olehmu!

Kehidupan ini memiliki debur yang demikian indah; yang tantangannya mesti disambut, amuk badainya harus ditaklukan, detak geloranya mesti diungkapkan, dan kecamuknya mesti dijinakan. 

Aku mencari laki-laki!

Laki-laki yang tegar meskipun dihantam gelombang. Laki-laki yang seteguh batu-batu karang walaupun kehidupan berkehendak untuk menghancurkan. Laki-laki yang lebih tenang daripada Gunung Gamora, lebih mengejutkan daripada lecutan halilintar, dan lebih tangguh daripada benteng-benteng para tentara.

Betapa rindunya. Betapa inginnya. Kapankah kulihat seorang lelaki yang tekadnya dapat melelehkan besi baja? Hentakannya menggoncangkan. Kata-katanya menghunjam. Dan tatapannya memancarkan kewibawaan.

Aku sedih. Aku sedih karena Tuhan telah menganugerahkan kekuatan padamu, hai lelaki! Tetapi engkau sendiri tidak mempercayainya. Engkau adalah pemimpin, maka jangan biarkan jiwamu terbelenggu. Bagaimanakah hatiku tidak pilu? Sedangkan kulihat kau biarkan kekuatanmu berkubang dalam kepengecutan; terperosok dalam ketakutan; dan membiarkan waktu mengubur semua kekuatan itu. 

Bangkitlah jika kau benar seorang lelaki. Aku akan mendampingimu menyambut setiap jenak-jenak waktu meskipun itu dalam penderitaan. Lihatlah! Tidak satu kali pun aku mengeluh. Lihatlah senyumanku. Tidak kah kau lihat kekuatan terpancar dari perempuan ini? 

Maka janganlah seperti para lelaki pengecut. Yang hanya bibirnya hanya mencela. Pikirannya hanya merendahkan. Dan permintaanya adalah tuntutan. Pemimpin adalah pembimbing bukan pencela. Pemimpin adalah pengajar bukan penuntut. 

Pimpinlah kami menjadi orang-orang sabar. Oleh karenanya kau mesti lebih sabar dari kami semua. Bimbinglah kami menjadi para pemberani. Dan tunjukkan kepada kami bagaimanakah para pemberani itu.

Dan bila kau tak bisa menjadi  lelaki itu, biarlah aku merebut takdir sebagai seorang Ibu. Kan kubentuk laki-laki hebat dari buaian kasih sayangku.


Inilah puisi penggugah jiwa

Pribadimu itu...

Kuberitahukan kepadamu. Siapapun yang pikirannya sama dengan keyakinannya, dan keyakinannya sama dengan perilakunya, maka ia akan memiliki sebuah pancaran karisma. 

Mereka yang menyatu antara pikiran dan ucapan, ucapan dan perbuatan, maka kau akan merasakan setiap kata-katanya laksana panah. Tepat membidik hatimu. Kata-katanya laksana gemuruh meskipun dalam susunan paling sederhana. 

Tidak. Aku tidak membutuhkan setiap kata-kata indah itu. Yang kubutuhkan adalah keindahan jiwamu. Karena jiwa yang indah laksana sebutir benih. Darinya tumbuh kelembutan hati. Berkembang kesentosaan sejati. Dan pohonnya menjulang sedangkan akarnya merekat ke dalam Bumi. 

Jangan pernah menyerah
meskipun perjuangan ini berdarah-darah

Jangan pernah mundur
meskipun badan harus hancur

Gemuruh kehidupan ini teramat indah. Teramat indah bagiku. Setiap kesulitannya laksana permintaan agar aku bermain-main dalam kesenangan. Setiap hari aku tersenyum menatap bentangan kehidupan. Dan kunantikan tantangannya, "Apa yang akan kau berikan kepadaku, hari ini?" Tanyaku. 

Lelaki Di Ujung Senja

Ketika keletihan menjatuhkan tubuhku, aku telah sampai ke sebuah gerbang. Susunannya terbuat dari batu-batu masa lampau. Bentuknya melengkung bagaikan busur prajurit kerajaan. Ada sedikit lumut hijau merayapi pada dinding terluarnya. 

Dan nun jauh di sana, kulihat padang rumput hijau: luas bagaikan tanpa batas. Tak kulihat apapun hingga ujungnya menyentuh biru langit. Hanya awan-awan putih dengan sepuhan warna keemasan dari matahari yang hampir tenggelam di ufuk sana. 

Sekali lagi aku menarik nafas. Kucoba mengumpulkan serpihan tenaga yang masih tersisa. Dalam pada itu, kesepian mencengkram dengan sangat tiba-tiba. Tak kudengar marga satwa. Tak kudengar gerisik daun-daun. Tak pula kudengar desau angin.

Kehidupan seolah-olah terhenti. Membeku dalam sebuah potret pemandangan nan menakjubkan. Karena tanpa kusadari, seberkas cahaya datang bersamaan munculnya seorang putri jelita. Bibirnya merekah lebih indah daripada merahnya mawar. Pipinya putih bercahaya dan kulihat dagunya dalam bentuk paling sempurna. Dan gaun yang ia kenakan membuatku terdiam dalam keterpesonaan. 

Hanya saja...ketika kutatatap matanya, aku merasakan beban berat menggelayuti. Setetes air mata jatuh dari perempuan tangguh itu. Maka kulihat keagungan pada dirinya. Perlahan-lahan ia berusaha menguasai dirinya. Dan kudengar untaian kalimah syahdu . . .

"Aku telah melihat lelaki itu.
Jika ia berkata, maka kata-katanya bagai geranjas air di arungan sungai pegunungan: bertenaga dan menyentuh jiwa. Ia memiliki aura yang hanya ada para raja-raja. Lihatlah! Ia begitu lembut tanpa kelemahan. Begitu kuat tanpa kekasaran. Ia dapat memerintah tanpa memaksa.

"Ia adalah seorang raja. Namun kerajaannya ada pada hati manusia. Karena ia telah menumbuhkan rasa cinta di hati kami disebabkan keagungan akhlaknya.

"Ia seorang raja yang membimbing jiwa-jiwa kerdil menuju kedewasaan: mengganti kebiasaan keluh kesah kami dengan kebijaksanaan, mengganti kebiasaan kami yang sering menyalahkan orang lain dengan kemampuan introspeksi diri, dan menjadikan kami menjadi pribadi lebih baik dari hari ke hari.

"Aku telah melihat lelaki itu.

"Ia yang berkata kepadaku 'Milikilah jiwa pemimpin dalam dirimu!'; pemimpin itu memberi tanpa harus meminta. Karena manusia hanya mengharapkanmu mengerti tentang keadaaan mereka, tetapi mereka jarang sekali belajar mengerti keadaan sesamanya.

"Yang mereka tahu adalah engkau menjadi orang yang paling sempurna, memberi tauladan dan kebijaksanaan, tetapi mereka tak mau menerimamu apabila ada setitik noda mengotori akhlakmu itu.

"Mereka adalah para hakim yang senantiasa menilai dirimu dari segenap sisi keburukan, tanpa mau berusaha memperbaiki kekuranganmu serta kekurangan yang ada pada diri mereka.

"Oleh karena itu, jangan menyerahkan hidupmu demi penilaian manusia. Tak peduli apa yang dikatakan manusia, tetaplah berbuat baik sebisamu. Lalu serahkanlah semua itu kepada Tuhan Sang Pencipta."