Kata-Kata Puitis Petuah Cinta
Malam telah larut ketika aku termenung seorang diri. Angin bertiup dalam sepoi yang paling indah; menggeletarkan dedaunan yang syahdu di pucuk-pucuk ranting.
Bibirkupun tersenyum dalam kebahagiaan. Jiwaku telah tersentuh oleh anugerah Sang Pencipta. Relung hati dipenuhi oleh semarak kedamaian juga ketentraman.
Seketika itu, hatiku bertekuk atas segenap kedamaian yang turun perlahan-lahan ke segala persada jiwa. Dan perlahan-lahan alam imajinasiku terbang melayah-layah di atas kepalaku.
Gadis-gadis dalam jubah serba biru berjalan beriringan. Lampu-lampu dengan bentuk terindah yang pernah kulihat bergelantungan di tangan-tangan mereka. Cahayanya putih berkilauan dengan sedikit semburat biru.
Kata-kata puitis samar kudengar. Aku terperanjat dalam kebingungan ketika tiba-tiba berdiri di hadapanku seorang perempuan dengan rupa paling rupawan. Ronanya begitu putih. Dan sebuah batu kemilau terletak begitu indah di antara rambut tergerainya.
Perempuan itu-lah yang suaranya begitu indah kudengar. Tegas bagai arungan. Mengalun bagai gemericik sungai. Sesekali terasa bagai dentingan dawai-dawai syahdu.
"Engkau-kah gadis itu?" tanyanya dengan tatapan penuh makna kepadaku. Tetapi aku hanya terdiam dalam keterkejutan.
"Baiklah... Gadis manisku... Jika engkau menanyakan tentang cinta maka inilah jawabanku." Lanjutnya seolah telah membaca alam pikiranku. Mulutku masih terkunci. Aku hanya terdiam menatap dalam ketakjuban.
"Cinta adalah kemampuan memberi. Engkau mengisi kebahagiaan hingga penuhi relung hati kekasihmu. Engkau bersihkan setiap kerisauan dari sanubarinya hingga hilang semua duri kegelisahan.
"Engkau tidak akan menggapai hakikatnya selama pemberianmu adalah pengharapan untuk mendapatkan sesuatu. Harapan terbaik hanyalah jika engkau bahagia melihatnya bahagia."
Lalu beliau duduk dalam keanggunan yang hanya dimiliki perempuan-perempuan bangsawan. Para gadis mengitarinya dalam susunan yang menyerupai bulan sabit.
"Tahukah engkau? Cinta tidak pernah membawa rasa sakit sedikitpun. Mereka yang sakit hati adalah mereka yang tidak pernah mampu mencintai.
"Mereka mengatakan cinta padahal mereka hanya mencintai diri sendiri. Mereka bukan mencintai kekasihnya, hanya menjadikannya sebagai sumber kebahagiaan.
"Maka ketika sumber kebahagiaan itu pergi, rasa sakit itu hinggap dan menjangkiti hati. Ia hanya memikirkan kebahagiaan dirinya sendiri."
Ia memejamkan matanya seolah ada beban berat. Lalu nafasnya menghembus dengan sedikit hentakan. Tangannya menggapai tanganku sembari berkata,
"Jika engkau tidak mampu mencintai, maka kemampuanmu hanyalah menuntut sang kekasih, bukan membimbing. Hanya meminta sang kekasih agar begini begitu tanpa bersedia menjadi guru yang menuntun dirinya.
"Maka jadilah manusia berjiwa besar. Yang memberi bukan meminta; membimbing bukan menuntut; mencintai bukan sekedar jatuh cinta..." Dengan berakhirnya kalimat itu, berakhir pula kata-kata puitis dari perempuan berwajah rupawan itu.
Kata-Kata Puitis Kahlil Gibran |
Kata-Kata Puitis Romantis Genre Kahlil Gibran
Kemarin, ketika kerinduan memayungiku dengan sebilah keresahan, aku terbaring lemah tiada berdaya di kamar. Kucari ke belantara kata setiap kalimat agar dapat kugunakan tuk gambarkan kerinduanku itu. Ah, tapi rupanya semua itu sia-sia.
Kucari kata-kata puitis pada novel-novel cinta. Tidak kutemukan. Kucari pula kata-kata puitis Kahlil Gibran, sang penyair dari Negeri Balbek. Tak juga kudapatkan. Lalu dengan apakah kuutarakan rasa rindu menggebu ini?
Akankah engkau mendampingiku kelak? Duduk di sampingku sambil bercerita tentang kisah-kisah lamamu. Aku begitu setia mendengarkan ceritamu tentang kerja-kerjamu merakit masa depan, tentang kesulitan, tentang kesedihan, cerita lucu, semangat, tekad, dan juga impian yang tak pernah selesai, bahwa semua itu kau lakukan agar aku menjadi seorang putri di rumahmu nanti...
Aku selalu merindukan saat-saat dimana engkau membacakan kata-kata puitis yang kau tulis di lembar-lembar buku itu; yang kau khususkan hanya untukku. Atau kata-kata puitis dalam surat sebagaimana Kahlil Gibran menuliskannya kepada May Ziadah.
Kan kugenggam tanganmu
menyusuri tepian pantai berpasir putih
sambil kubiarkan ombak lautan cemburu
melihat kemesraan kau dan aku
Kita akan berjalan di bawah pepohonan
di mana gemarai daunnya jatuh dalam keindahan
sebagaimana sebutir cinta menjatuhi lantai hatiku
lalu menderaku dalam kerinduan
Apabila lelah
Kita duduk di samping telaga
yang airnya sebening kaca
tempat jiwa beristirah
Maka kemarilah
datanglah ke telagaku
basuh wajahmu
biar segar jiwa dan raga
Aku-lah telagamu itu
tempat engkau menyesahkan segenap kerisauan
datanglah!
karena semua gundah gulanamu itu
kan kubersihkan setiap inci pikiranmu
Dan begitulah. Akhirnya kerinduanku dan kerinduanmu akan bersatu dalam renyainya air hujan yang turun perlahan-lahan di luar rumahku.
Aku selalu merindukan saat-saat dimana engkau membacakan kata-kata puitis yang kau tulis di lembar-lembar buku itu; yang kau khususkan hanya untukku. Atau kata-kata puitis dalam surat sebagaimana Kahlil Gibran menuliskannya kepada May Ziadah.
Kan kugenggam tanganmu
menyusuri tepian pantai berpasir putih
sambil kubiarkan ombak lautan cemburu
melihat kemesraan kau dan aku
Kita akan berjalan di bawah pepohonan
di mana gemarai daunnya jatuh dalam keindahan
sebagaimana sebutir cinta menjatuhi lantai hatiku
lalu menderaku dalam kerinduan
Apabila lelah
Kita duduk di samping telaga
yang airnya sebening kaca
tempat jiwa beristirah
Maka kemarilah
datanglah ke telagaku
basuh wajahmu
biar segar jiwa dan raga
Aku-lah telagamu itu
tempat engkau menyesahkan segenap kerisauan
datanglah!
karena semua gundah gulanamu itu
kan kubersihkan setiap inci pikiranmu
Dan begitulah. Akhirnya kerinduanku dan kerinduanmu akan bersatu dalam renyainya air hujan yang turun perlahan-lahan di luar rumahku.